Tuesday, April 30, 2013

Kepada Kamu


Kepada kamu
Pemegang keping-keping hatiku
Luangkanlah sedetik saja
Dari mimbar waktumu
Untuk menengok
Menjawab seruanku



#Catatan di depan Ruang Lab RS Balimed Denpasar

Saturday, April 27, 2013

Pelarut & Terlarut

Larutan ini bernama rindu
Pekat, kental dan berkonsentrasi tinggi
Perlu diencerkan
Oleh rindumu

: Jadilah volumenya lebih besar

Sunday, April 21, 2013

Temanku dan Oasis

Kaos Oasis hadiah untuk Pande bersama Teddy hadiah Pande untukku juga kaos Coldplay yang aku beli sendiri :D

Oasis. Siapa yang tidak tahu Oasis? Semua tahu. Setidak-tidak tahunya pun, pasti ada yang mengerti itu adalah sebuah nama band dari dataran Inggris sana. Namun, jika aku berkata "Temanku", siapa yang tahu? Terlebih lagi, siapa yang peduli? Melalui tulisan ini, aku ingin menceritakan sekelumit tentang temanku yang berhubungan dengan Oasis. Biar kalian tahu, tetapi tidak menuntut kalian untuk peduli.

Aku mengenal temanku ini setahun yang lalu. Aku dan dia, bersama teman-teman yang lain, langsung bisa akrab dan sering pergi hangout. Lambat laun aku tahu dia menyukai salah satu klub sepak bola dataran Inggris sana. Lebih mengejutkan, klub tersebut itu pun favoritku. Keterkejutanku tidak sampai di sana: selera musik kami nyaris sana. Kami sama-sama menyukai Britpop. Hanya saja, dia mengunggulkan Oasis sementara aku Coldplay.

Tidak saja mengunggulkan, dia bisa dibilang SANGAT menggilai Oasis. Pernah dia bercerita tentang usahanya untuk selalu bisa update berita-berita mengenai Oasis. Perburuan majalah-majalah bekas pun rela dilakoninya demi setitik saja berita Oasis.

"Dulu suka blusukan cari majalah bekas Hai dan lain-lain, ngumpulin semua tentang Oasis, jadiin satu buku. Tapi, entah di mana buku itu sekarang," ungkapnya dalam group chat kami.

Tidak hanya itu, dia pun berusaha mencari kaos-kaos bergambar band pemilik album dokumenter Lord Don't Slow Me Down itu. Usahanya yang satu ini tidak membuahkan hasil yang cukup menyenangkan. Dia mendapatkan dua kaos Oasis, namun warna kaos tidak sesuai harapan. Satu berwarna coklat, yang lain berwarna biru langit. Dia bercerita, yang warna coklat hilang di laundry service sementara yang biru tidak pernah mau dipakainya lagi dengan dua alasan, satu: takut hilang lagi di laundry service, dua: karena warnanya adalah biru langit-yang identik dengan Manchester City, klub favorit Noel Gallagher, yang notabene rival bebuyutan klub favorit kami. Kini, dia sedang berbahagia karena mendapat satu kaos Oasis sebagai hadiah ulang tahunnya. Kaos hadiah itu berwarna hitam, warna kesukaannya. Tidak heran jika dia senang.

Ada hal yang lucu dari kisah-kisah yang dia ungkapkan di group chat, yaitu keinginannya yang terus selalu ada untuk meniru gaya rambut Gallagher bersaudara. Keinginan ini hanya bisa dia pasrahkan tanpa mampu mewujudkan. Kenapa? Sederhana saja, rambutnya bertipe keriting kaku yang kalau bertumbuh, tidak memanjang ke mana-mana melainkan lari di tempat.

"Sampai gaya rambut pengen niru Liam atau Noel. Padahal rambut keriting. Hahahaha," katanya dan aku langsung terbahak.

Kegilaannya yang lain terhadap Oasis adalah menggunting gambar Oasis dari majalah lalu ditempelnya dengan selotip bening di motor. Dia seakan ingin meyakinkan dunia bahwa tidak ada yang bisa menghentikannya mencintai Oasis. Dia seakan ingin menegaskan, dia bisa melakukan segala upaya untuk mengadakan Oasis di sekelilingnya: tak ada stiker betulan pun, stiker jadi-jadian bolehlah. Sayangnya, motor ini dijual beserta stiker jadi-jadiannya sekaligus. Sedih.

Jangan ditanya soal koleksi kaset. Pada era 90an, kaset tape sangat populer. Temanku ini memiliki koleksi lengkap album Oasis. Bagaimanapun juga, zaman berubah. Kaset tape tidak kuat berkompetisi dengan dunia digital. Temanku berusaha tetap menyimpan koleksinya ini, namun album-album kaset tersebut tertinggal di Surabaya. Entah masih ada atau tidak.

Di antara semua kegilaan itu, yang merajai gila menurutku adalah perihal tanda tangan. Saking menggemari band yang telah bubar pada 2009 ini, temanku membuat tanda tangannya berbunyi "Oasis". Dia menunjukkan melalui foto bentuk tanda tangannya. Namun, maaf demi alasan keamanan saya tidak akan menampilkan tanda tangan tersebut. Percayalah, tanda tangan teman saya ini benar-benar terbaca "Oasis".

Mungkin ada banyak lagi kegilaan yang belum dia ceritakan mengenai betapa dia mengagumi Oasis. Ini hanya sebagian kecilnya saja. Sekali lagi, hanya sekedar kalian tahu. Saya tidak menuntut untuk peduli.

Oasis Quotes
  • Tomorrow never knows what it doesn't know too soon. - Oasis, Morning Glory
  • These are crazy days, but they make me shine. - Oasis, All Around The World 
  • The questions are the answers you might need. - Oasis, D'You Know What I Mean  
Pande, Si Penggila Oasis dan Cantona

#Catatan untuk Bli Pande, terima kasih telah menginspirasi

 

MUNDUR HITUNG

 #mundur menghitung berhenti bisa tak saat di Catatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Mundur
Menghitung
Mulai
Aku

Menggairahkan
Terasa
Nyata
Terdengar
Telingaku
Di
Nafasmu
Desiran

Wednesday, April 17, 2013

Langit Bersama Seorang Lelaki dan Perempuan

LELAKI
Udara malam yang dingin tidak mengusik pujangga di depanku untuk merenung di pinggir pagar kayu pembatas balkon vila ini. Piyama tipis dengan motif polkadot merah muda kecil-kecil yang dikenakan tentunya tidak mampu menghalau dingin yang menerpa tubuhnya. Namun, dia seakan tahan meski kulihat sesekali badannya menggigil. Pujangga itu menatap langit. Ah, dia memang selalu mengagumi langit dan astronominya. Tergila-gila pada bintang, planet, nebula, hingga galaksi. Jika tidak percaya, coba saja kalian tanya padanya pengertian asterisme. Pasti dia akan berkata, "Asterisme itu merupakan kumpulan bintang di langit yang membentuk pola tertentu. Sebuah asterisme bisa saja merupakan bagian dari sebuah rasi misalnya bintang tujuh di rasi Ursa Major dan Ursa Minor. Asterisme juga bisa merupakan gabungan dari beberapa bintang di berbagai rasi misalnya segitiga musim panas yang terdiri dari bintang Vega, Deneb, dan Altair." Entah dia pujangga atau ahli astronomi, aku pun terkadang sulit menentukan. Dia membingungkan, terkadang membuat lelah.

"Kamu membuat saya lelah," ucapku padanya yang membelakangiku. Lama dia merespon karena dia tengah asyik bercengkrama dengan langit malam dan bintang-bintang. Mungkin mengumpulkan bala bantuan dari benda-benda langit itu untuk menjawab pernyataanku.

"Kalau begitu pergilah," sahutnya ringan tanpa golak apapun. Dia tetap membelakangiku. "Tidak pernah ada guna kamu bertahan. Hanya akan menimbulkan lelah yang teramat di tiap waktunya. Saya tidak mau kelelahan itu terakumulasi lalu menjelma rupa hal yang jauh lebih buruk. Ini antisipasi sebelum asteroid yang melintasi orbit bumi berubah menjadi boloid yang mampu menghasilkan ledakan super dahsyat di bumi. Asteroid itu adalah keadaan, sementara bumi adalah kita. Pergilah," lanjutnya masih membelakangiku.

"Begitu? Baiklah jika itu maumu. Selamat menikmati langitmu. Terbanglah tinggi. Kamu tidak membutuhkan saya. Kamu hanya butuh drama dalam hidupmu. Saya lelah meladeni drama itu yang kamu samarkan sebagai benda-benda langit. Saya lelah. Permisi," pamitku dan pergi. Tidak berhasil. Usahaku untuk mencairkan kebekuan di antara kami yang sudah berlangsung hampir seminggu tidak berhasil, termasuk kedatanganku dan mengajaknya berlibur ke vila. Sudah kandas.

PEREMPUAN
Aku tak pernah berani menatapkan muka padanya. Dia, seorang pelipur yang setia, yang sekarang sedang duduk di kursi rotan berdesain unik, entah alasannya tidak lagi mampu memberikan perhatian yang melimpah ruah. Di malam yang sedingin ini pun, dia seperti alpa untuk menyampirkan jaket lalu memeluk tubuhku yang hanya berbalut piyama tipis. Bahkan, untuk sekedar mengajakku masuk ke kamar demi udara yang lebih hangat pun tidak. Dia menjadi dingin. Aku kesal, aku marah dan kupandang langit sejauh-jauhnya demi menemukan tempat untuk menumpahkan segala emosi.

"Kamu membuat saya lelah," ucapnya padaku. Aku berusaha untuk tidak terlihat terkejut dengan terus membelakanginya.Masih menatap langit dengan gemintangnya yang memesona, aku menenangkan diri dari kekalutan. Sudah kuduga, dia sesungguhnya bosan padaku. Aku hanya seseorang yang melelahkan jalan pikirnya. Dia berhak istirahat dari tugasnya menjagaku.

"Kalau begitu pergilah," sahutku berusaha terdengar ringan tanpa golak apapun. Aku tetap membelakanginya. "Tidak pernah ada guna kamu bertahan. Hanya akan menimbulkan lelah yang teramat di tiap waktunya. Saya tidak mau kelelahan itu terakumulasi lalu menjelma rupa hal yang jauh lebih buruk. Ini antisipasi sebelum asteroid yang melintasi orbit bumi berubah menjadi boloid yang mampu menghasilkan ledakan super dahsyat di bumi. Asteroid itu adalah keadaan, sementara bumi adalah kita. Pergilah," lanjutku masih membelakanginya karena aku takut dia melihat ekspresi wajahku yang siap menggelontorkan airmata.

"Begitu? Baiklah jika itu maumu. Selamat menikmati langitmu. Terbanglah tinggi. Kamu tidak membutuhkan saya. Kamu hanya butuh drama dalam hidupmu. Saya lelah meladeni drama itu yang kamu samarkan sebagai benda-benda langit. Saya lelah. Permisi," pamitnya dan pergi. Aku tidak membalikkan badanku untuk mencegahnya. Aku runtuh dalam tangis yang kudiamkan agar dia tidak mendengar isakku. Dia tidak pernah tahu, jika langit adalah pelarianku dari rasa kesal, marah dan cemburu. Sementara, aku membutuhkan bumi tempatku berpijak, tempatku menjadikan diri seorang manusia: Dia.

Sayang, bagi dia semua yang aku lakukan hanyalah drama.

LANGIT
Jika aku bisa berbicara pada mereka, maka akan aku katakan: Kalian sama-sama lelah, bosan dan jenuh.  Ciptakan jarak dengan berjalan ke setapak lain sendiri. Ambillah waktu untuk masing-masing. Mungkin seminggu. Aku yakin, kalian akan seperti dulu lagi. Sepasang kekasih yang unik dan menyenangkan. Kalian favoritku.








#Catatan sebelum menjemput DJ Go Freek ke bandara dan dilanjutkan setelah mendrop mereka di hotel, ditemani nada dering Line Chat "Wara-Wiri", juga nada dering Whatsapp dari mantan kekasih yang bercerita bahwa TTM-nya sekarang adalah seorang gadis berhijab, juga ditemani segelas alpukat tumbuk dicampur susu cokelat, setengah mengantuk: Aku merindukanmu terlalu. Aku pun mulai meracau. Kacau.

Monday, April 15, 2013

Didih, Beku, Lebur


I. DIDIH
Cinta menguap dari tubuh kita
Dipanaskan pada suhu tinggi
Uap-uap cinta jenuh
Menggelembung ke batas permukaan
Lalu pecah

II. BEKU
Cinta kita tak lagi miliki kehangatan
Temperaturnya kian waktu menurun
Lama-lama dia berhenti mengalir
Padat dalam dingin

III. LEBUR
Cinta memakan semua jarak
Menguatkan gaya tarik antarpartikel
Gesekan tak terhindarkan
Cinta kita berubah bentuk
Cinta kita hilang

Friday, April 12, 2013

Butuh Lebih Dari Sekedar Cinta


Betapapun kamu berusaha menghalau
Aku selalu merangkak kembali padamu

Bukan cinta
Bukan cinta

Pertaruhan



~Catatan Jumat pagi dengan perasaan hampa~

Wednesday, April 10, 2013

PEREMPUAN MUDA BERWAJAH LETIH


Ketika membaca komentar seorang kawan lama di facebook yang mengatakan bahwa dia merindukan sisi "canda dan tawa"-ku di dalam semua karya tulisku, aku merasa dijewer. Lama aku memandangi kalimatnya hingga tampak olehku masing-masing huruf mengembang, menggembung dan menyesaki mataku. Aku menoleh ke dalam diri. Dulu, ada seorang perempuan muda yang ceria dan penuh tawa. Aku mau menemuinya, sekali lagi. Namun, yang kudapati hanyalah seorang perempuan muda yang tampak berdebu dan kusam sedang duduk di sebuah kursi kayu. Dia memegang erat hatinya yang lelah berkelana ke seluruh penjuru, namun yang ditemukannya hanya penjara. Wajah perempuan muda itu tampak sangat letih. Matanya tak henti mengucurkan riak-riak air, senantiasa basah. Aku menjadi iba, jatuh kasihan dan oleh karenanya aku menangis. Ya, aku menangis ketika menuliskan ini.

Ke mana perempuan muda yang segar dan selalu terbahak itu pergi? Apakah dia bersembunyi di suatu sudut? Apakah dia tengah mencari-cari sesuatu yang pasti? Apakah dia sudah mati? Ngeri, aku membayangkan yang terakhir. Jika dia mati, di mana jasadnya? Musnah begitu saja? Di belantara diri itu aku berteriak-teriak, memanggil namanya, berharap dia segera muncul di hadapanku dan bisa kutarik tangannya, kubawa pulang. Namun, panggilanku tetap hanya dijawab oleh perempuan muda dengan wajah letih tadi.

"Aku di sini. Aku di sini," ucapnya dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya.

Sedih, kupandang perempuan muda dengan wajah letih itu. Rindu menggelegak dalam ragaku. Rindu keceriaannya. Rindu tawa lepasnya. Rindu lelucon-leluconnya. Rindu kejahilannya. Rindu dia yang muda, yang energinya tak pernah punah, yang semangatnya tidak mengenal pudar, yang cahayanya tak pernah padam menyinari sekeliling hingga semua cerah dan bahagia.

Gurat-gurat kelelahan di sekujur tubuhnya bercerita semua penyebabnya adalah cinta. Cinta yang pernah dia genggam senyata-nyatanya tak pernah ada. Dia mencoba tegar, namun limbung juga. Sempat putus asa dan mencicip semua tawaran yang diberikan padanya. Lagi-lagi tawaran itu hanya sementara saja sifatnya. Semakin dia terluka jadinya. Putus asa tak gentar menyergap. Putus asa tak segan membuat dia berani mengambil keputusan. Satu keputusan yang tidak pernah dipikirkannya akan menjadikan keadaan jauh lebih buruk. Dia memasung diri sendiri dalam keputusan itu. Menggadaikan senyum dan tawa bahagianya pada sebuah iming-iming pengabulan impian masa kecil. Dia, yang dulunya selalu menertawakan keadaan dan tidak ambil pusing pada hidup, kini tenggelam dalam kungkungan keterlanjuran. Dia, yang dulunya menganggap enteng segala hal dan tak acuh pada masalah, kini menjadi terlalu khawatir, kerap cemas dan mudah tertekan. Keadaan kini berpuas diri merecokinya, hidup membalas dendam dengan mempermainkannya.

Sampai lagi-lagi dia melihat sesuatu yang diyakininya cinta. Meskipun tak sepenuhnya memulangkan tawa, cinta ini sungguh-sungguh dipeliharanya, benar-benar dijaganya, bahkan didoakan pada Yang Maha Kuasa agar bisa dimiliki selamanya, sepanjang hidupnya. Hanya saja, dia sudah terlalu lelah akibat tak henti bermaraton dengan segala rasa sakit. Putus asa bekerja sama dengan keadaan dan hidup memaksa dia untuk belajar perlahan melepas dan lebih meyakini nasehat penua-penua hidup bahwa kalau jodoh tidak akan lari ke mana. Sudah.

Aku pulang dari belantara diri. Perempuan muda dengan wajah letih itu tetap duduk di kursi kayunya, memegang hati yang nelangsa. Jadi, begitulah. Segala tulisan tidak lagi penuh canda tawa. Cinta terakhir yang dipelihara perempuan muda dengan wajah letih itu menjadi landasan hampir semua tulisan di sini. Cinta yang akan terus menjadi inspirasi walaupun perempuan muda itu pergi. Sekarang ini, biarlah perempuan muda itu mengambil alih sampai dia menemukan lagi sesuatu yang bisa mengembalikan ceria ke dalam dirinya hingga dia bisa kembali menertawakan keadaan dan mempermainkan hidup.

Aku pun merindukan diriku sendiri.



~Thanks a bunch to my lovely Toy for the inspiring comment so that I could compose this post. Thanks for your concern, darl! Also, thanks to AD. It does not mean I let go of your hand. Just realize there is no more space in between us~

Tuesday, April 9, 2013

SURATAN

Jika suatu hari nanti kau kehilanganku
Jangan kau pernah menyesal
Tak usah kau merasa bersalah
Tiada guna, mati manfaat

Berkawanlah kau dengan semilir angin
Ia tak pernah mengeluhkan hembusan
Itu takdirnya

Belajarlah kau bersama tanah
Tak pernah mempertanyakan alasan ia dipijak
Itu kodratnya


Dan suratanmu
Jika suatu nanti aku lenyap
Musnah bersama takdir angin
Buyar di antara kodrat tanah

Jangan sesalkan

Saturday, April 6, 2013

KAMU, SEKALI LAGI

Perjumpaanku dengan Tuhan kali ini aku lakukan di pinggir tempat tidur. Aku berlutut di lantai, kedua tanganku di bibir kasur, jemariku terkait. Aku enggan menundukkan kepala dan memejamkan mata. Aku tidak mau tengadah seolah Tuhan berstana di lelangit kamar. Tuhan sedang berlutut juga, di seberangku. Mata teduhNya berpapasan dengan mataku. WajahNya yang segar dan bercahaya sangat menenangkan.

Aku mulai berbicara, bercerita tentang hari yang telah aku lalui dan yang akan aku hadapi. Dia mendengarkan dengan takzim. Ceritaku mulai menjelma keluh. Segala ketidaksesuaian inginku dengan kenyataan kuungkap dengan penuh kecewa. Kekecewaan yang melahirkan tuntutan ini dan itu. Tetap, Tuhan mendengarkanku dengan seksama. Lelah mengeluh, aku merasakan tangan Tuhan meremas bahuku perlahan. Kekuatan menjalar ke dalam hatiku, memompa jantungku, dan menggembungkan paru-paruku. Kudengar bisikanNya bahwa aku boleh meminta satu hal sebagai obat kecewaku. Aku balas berbisik dan melihat Dia tersenyum bijaksana.

"Sudah selesai berdoanya?"

Kamu datang tepat di saat aku bangkit berdiri. Aku menoleh dan mendapatimu tersenyum. Senyum yang kamu berdayakan dengan susah payah di tengah kesibukanmu yang menyisakan lelah. Aku pun tersenyum dan mengangguk.

"Sudah. Belum beres pekerjaannya, Sayang?"

"Sedikit lagi. Minta apa tadi sama Tuhan?"

"Abang, sekali lagi."

"Abang di sini, Sayang. Sudah milik Sayang seutuhnya. Sekarang begini saja, minta apa sama Abang?"

"Eliana."

Lelah sirna dari tubuhmu. Kamu berjalan mendekatiku, menarik tubuhku ke dalam pelukanmu. Hangat dan nyaman, juga bahagia. Tak henti aku diciumi di sepanjang sisa malam.

Tuhan menepati perkataanNya, mengabulkan permintaanku: kamu, sekali lagi.





#Err..

THE DIALOGUE: WHY MAY?


"Hey, Sweetness. What's up?"

"Nothing. Just waiting for May to come."

"May? Which May? You have a friend named May? Oh, ya! One of your bosses at Sky. Mr. Maynard? Why are you waiting for him? It's kinda weird."

"Nah. Not that old nice father-like guy. Tsk. It's May."

"Which May? I never knew before that May is your friend. A new one?"

"I don't have any friends named May, you silly. It's May, the month. I am waiting for it to come."

"Ah!"

"Yes."

" I don't get it, honestly. Look! Hey, look at me! I look dumb right now, ya?"

"Absolutely. You do look dumb every single day. Haha."

"Well, I do, and that's just because I never get you. I never understand what you think nor the simplest mind you have. You're just like some mysterious poet who shares life only with the night sky. You think that sexy?"

"So you do think I'm sexy?"

"Heaven, no! Crap! Anyway, why May? What's so freaking special about it?"

"It is just a nice month. A very good time. Spring comes. Flowers bloom. The sun shines very warm."

"Now you sound like a romantic crap. Cut that frigging crap out."

"You yourself are cynically crap. Do not crap me, you crap."

"Whoa, whoa. Why suddenly, out of the blue, are we talking about crap? Let's go back. Seriously, why May?"

"Told you already. It is a very nice and warm month. Nothing less, nothing more."

"I won't buy it. There's something more than that. Summer is much warmer and nicer. Why May?"

"Maybe it's just May. Only in May can you say maybe. Maybe yes, maybe no. Maybe May, maybe some other time. May it be never happening, may it be coming. Maybe sooner. Maybe later. Everything in May is just 'maybe'. Yeah, maybe. Probably, possibly. I don't know."

"There you go again. That look. That face. Those words."

"What?"

"Same old song: you are the one that I can never understand. I never know what state you're in right now. But, one thing I can tell you is that Earth's calling you home. Knock knock! Stop living in your La-la Land. Stop living in a bubble! Wake up! May is coming, of course. You don't have to wait for it to come. You don't have to be worried. Leave that 'maybe theory' alone and enjoy your life, Sweetness. Are you with me?"

"I am enjoying my life as a mysterious yet sexy poet whom you can't understand."

"Yet I love."

"..."

Monday, April 1, 2013

Perpisahan Paling Sunyi

Untuk kamu,

Tak berpanjang kata, aku ingin mengatakan mungkin perpisahan kita adalah perpisahan paling sunyi yang pernah kita alami. Tidak pernah aku, selama hidupku, menjalani perpisahan tanpa bunyi seperti perpisahanku denganmu. Aku pun yakin, perpisahan yang sering kamu jalani, yang terkecil sekalipun, tak ada yang sepi seperti perpisahan kita. Yah, setidaknya sekedar ucapan "Sampai jumpa" atau "Selamat tinggal" atau "Daaah". Namun, perpisahan yang kita cipta, tidak melahirkan kata apapun, bahkan lambaian tangan juga tidak.

Masing-masing kita, tanpa mengucap apapun, berpisah di setapak itu. Kaki-kaki kita melangkah mantap ke arah berbeda dan semakin menjauh. Mata kita sibuk berusaha menemukan hidup sementara tangan kita cerkas menggapai-gapai kesempatan. Tetapi, tidak tersedia kesempatan bagi kita untuk bertemu. Hidup merampas diri kita. Ambisi dan obsesi mengasingkan kita, membuat kita tidak awas dan tak acuh.

Hingga hari ini, ketika aku menuliskan ini dengan tulisan tanganku sendiri, aku mendapatkan kenyataan bahwa kita telah lama tidak memiliki kebersamaan. Kita bahkan tidak pernah bersama sebenarnya. Dua minggu lalu ketika aku ketahui dari salah seorang teman kita, yang juga sudah lama tidak kudengar kabarnya, bahwa kamu telah memiliki dua orang anak dan sedang sangat sukses dengan karirmu saat ini, aku merasa limbung. lebih lanjut teman itu mengatakan bahwa usaha bisnis kedai kopi yang sedang kamu gencarkan mendapat respon positif di berbagai daerah. Aku merasa bodoh secara mendadak. Kedai kopi favoritku ternyata tanpa sepengetahuanku adalah milikmu. Bayangkan, kita sudah sedekat itu, namun tetap saja kita tidak bersama. Ironis. Lebih bodoh lagi manusia kecil di dalam diriku yang memiliki kenaifan maha tinggi, yang bertahun-tahun meyakinkanku bahwa kita secara naluriah dan batiniah masih bersama, serta akan bersama lagi suatu saat nanti. Lalu, perpisahan dengan cara tidak elegan seperti ini yang kamu tuangkan ke dalam cerita hidupku, apa yang mesti aku lakukan?

Tidak, aku tidak sedang menuntutmu atas sakit hati yang secara tiba-tiba membludak di sekujur tubuhku. Sakit yang timbul karena aku mengetahuimu bahagia dari pihak kesekian. Bukan dari kamu. Selama ini aku menunggu dalam kubangan setia, meyakini bahwa kamu akan datang suatu hari nanti dan menyapaku kembali. Setia yang sia-sia. Namun, aku sudah lama tidak ada dalam logika dan imaji pikiranmu. Tidak pernah. Sungguh itu menyakitkan.

Kini, aku hanya ingin mengetuk pintu rasamu demi mengemis sekedar rasa hormat yang seharusnya bisa kamu berikan pada masa lalu. Perpisahan ini paling menyakitkan yang pernah kujalani, sekaligus paling sunyi.

Dari aku

Lelaki itu melipat kertas yang telah usai dibacanya. Matanya berkabut saat dia menahan tetesan airmata. Pandangannya kini dipindahkan pada sebuah lukisan digital seperti arsiran pensil di atas kertas putih. Sebuah lukisan sketsa seorang lelaki mengancingkan kancing di lengan baju seorang gadis mungil yang menatap ke arah lelaki itu dengan penuh binar. Jika diperhatikan lebih seksama lagi, lukisan itu terdiri dari tulisan kata-kata yang diedit sedemikian rupa hingga membentuk kedua sosok itu. Itu puisi-puisi mereka dahulu yang mereka tulis bersama di bawah sinar bulan.

"Lukisannya bagus, Pa. Dari siapa?" tanya istri lelaki itu yang tanpa disadari telah duduk di sisinya.

"Pelanggan, Ma. Tadi katanya dititipkan di meja barista." ucapnya tenang. "Rifky, pasang ini di dinding dekat jendela sana. Tolong," serunya kemudian pada salah seorang karyawan. Dia bangkit, berjalan menjauhi istrinya sembari menyimpan kertas surat tadi yang sudah terlipat ke dalam dompetnya.

Perpisahan itu tetap saja sunyi.