Monday, September 30, 2013

Radio, Radio, Radio



Menulis adalah terapi, radio adalah rekreasi.

Ya, teman-teman. Setelah sebulan menjadi seorang news anchor di sebuah radio swasta di kawasan Kuta, aku baru menyadari bahwa melakukan siaran adalah rekreasiku. Aku menyusun lagu, aku membacakan berita, atau sekedar cuap-cuap, aku lakukan dengan sesuka hati, tapi tetap mengacu pada aturan.

Awalnya tidak mudah menjalani profesi ini. Apalagi untuk yang nol pengalaman seperti aku. Aku sempat punya keinginan untuk menyerah. Tapi, aku paksakan diri mencoba dan ternyata setelah dijalani, hey I love this!

Siaran adalah salah satu kegiatan yang aku lakukan dengan hati. Sungguh-sungguh dengan hati sama seperti ketika aku menulis - yang aku gunakan sebagai terapi. Aku sangat antusias menyambut hari siaranku tiap Sabtu dan Minggu. Bahkan, aku tidak bisa bersabar menunggu. Sabtu dan Minggu aku akan sangat bersemangat karena di hari itu selama 4 jam, dari jam 12 siang sampai jam 4 sore aku akan pergi rekreasi. Aku akan bernostalgia bersama lagu-lagu yang kuputar (era 1960-1998; segmen usia radio ini adalah 35 tahun ++) sekaligus memberikan informasi-informasi terkini di Bali, Indonesia maupun belahan dunia lain.

Aku selalu berusaha melakukan yang terbaik tiap kali aku siaran dan berharap rekreasiku tidak akan pernah berakhir.


News Radio/Kuta/29092013





~Catatan syukur sambil siaran bareng Alvin Ali~





Tuesday, September 24, 2013

UNKNOWN

Comment dari Unknown sebelum aku reply


Sengaja ataupun tidak sengaja menjadi sosok 'unknown' atau 'tidak diketahui' bagi seseorang secara langsung telah mengganggu perasaan dan pikiran. Tapi, hampir semua 'unknown' menjadi Unknown dengan penuh kesadaran dan kesengajaan. Alasannya bermacam-macam dengan berbagai pembenaran dan pembelaan diri juga tentunya. Faktanya, Si Unknown ini telah membuat seseorang penasaran. Apakah Si Unknown peduli? Tidak, dia menikmati momen-momen itu.

Ini pertama kali di blog-ku, tulisanku dengan judul Absurditas Pagi: Ada Kamu mendapat tanggapan dari seseorang dengan identitas unknown. Oh tentu, tentu saja aku merasa terganggu. Pertanyaan 'mengapa mesti menyembunyikan jati dirinya?' menyerang pikiranku. Tapi, aku reply juga tanggapannya itu dengan rasa penasaran yang masih ada. Lalu, rasa penasaran dan gemas itu aku salurkan pada energi yang lebih positif: kreasi. Maka, lahirlah sebuah monolog yang tidak kalah absurd.



Ijin mainin ikan nya – comment by Unknown

Oh yes, please, Mr/Mrs/Ms. Unknown. You’re a perfect stranger.

Hahaha. Tidak, sesungguhnya kita saling kenal. Yah, kurang lebih.

Oh, we do? Then why you used Unknown as your name?

Kita tidak pantas lagi untuk saling tahu.

Aw, okay then. Anyway, thanks for stalking my blog and feeding my fish.


Untuk Anda, Unknown, siapapun Anda, terima kasih telah menginspirasi. Pasti ini di luar ekspektasi Anda bahwa Anda jadi inspirasi dalam tulisan ini dengan menjadi Unknown.




~catatan Lebayatun Khotijah sambil terkantuk-kantuk~

Thursday, September 19, 2013

Random Note

Hal-Hal yang Bisa Dilakukan di Pantai Selain Melihat Matahari Terbenam

Yup ini adalah tips murni dariku sebagai hasil proses pemikiran yang sangat panjang. Hahaha. Sering main ke pantai bikin aku memiliki keinginan memberikan informasi yang sedikit lebih aktual dan faktual. Asyik, ngomongnya pakai –al semua, sok intelek

Anyway, kalau kalian pergi ke pantai, biasanya kalian ngelakuin apa aja sih? Datang, duduk, diam, bengong, liat sunset? Boring! Kenapa ga coba lakuin hal-hal berikut?

Surfing. Kalo yang udah bisa menaklukkan ombak, pasti dateng ke pantai udah langsung bawa papan surf. Kalo yang belum pernah surfing? Ya, belajar dong. Sewa board-nya pada mas-mas persewaan kursi, yang biasanya bisa langsung menjadi instruktur. Untuk harga, biasanya mereka mematok harga kursus aja. Sewa board gratis, kata mereka. Waktunya bervariasi antara 1-2 jam. Dibanding harga sekolah surf resmi, harga instruktur dadakan ini dibilang cukup murah. Asal, kalian jago tawar-menawar. Dijamin, belajar surfing sangat menyenangkan dan bikin ketagihan. Niscaya kalian ga cuman datang dan diam pas ke pantai.

Boogie board. Masih untuk kalian yang belum bisa surfing dan takut untuk mencoba surfing, boogie board bisa menjadi alternative. Boogie board ini adalah sejenis papan seperti papan surfing tapi besarnya hanya setengah badan. Boogie board ini cenderung lebih ke ‘main-main’ board. Hahaha. Walaupun hanya untuk bermain-main, ber-boogie boarding juga termasuk olahraga yang lumayan menguras tenaga sekaligus seru.

Canoeing. Masih berolahraga, coba deh bermain kano. Main kano cocoknya sih di pantai yang gelombang lautnya tenang. Kalo gelombang lautnya tinggi mending surfing atau boogie boarding aja. Susah-susah gampang bermain kano. Dengan dayung, kita harus bisa menjadi pengemudi yang baik. Meski agak kurang heboh, tapi bermain kano juga mampu membuat kita teradiksi, membuat kita mau lagi, lagi,lagi.

Sepak bola. Nah, biasanya sih banyak pemuda yang datang ke pantai dengan tujuan main bola. Kenapa ga coba ikut gabung aja sama pemuda-pemuda itu? Selain menyehatkan, ikut bermain sepak bola juga bikin kita tambah temen. Seru loh main bola di pantai. Gawangnya kecil seiprit, mainnya ramean, jadi susah bikin gol karena lahan bermain yang juga sempit. Hihihi, yah namanya juga cari keringet, makin susah makin asyik.

Hard ball. Ada satu lagi olahraga yang sering terlihat dimainkan di pantai. Bukan, bukan volley ball. Aku lupa namanya, sebut saja hard ball. Permainan ini seperti tennis, tapi tidak menggunakan raket, melainkan bat kayu seperti bat pingpong dalam ukuran besar. Bolanya, bola tenis. Seru, karena pemain harus berlari ke sana ke mari dengan berat di pasir demi mengembalikan bola ke lawan. Berkeringat tentu saja karena kita harus mengeluarkan tenaga sekuat-kuatnya untuk memukul bola.

Jalan pinggir pantai. Kalian masih mau liat sunset? Oke sah-sah aja itu, tapi kenapa ga dilakukan dengan sedikit keringat? Jangan Cuma ditonton aja itu matahari pulang ke rumahnya, di antar dong. Yup, sambil jalan di pinggir pantai kita bisa juga menikmati sunset. Kita berjalan ke arah matahari terbenam, ibarat mengantar pulang sang surya. Sedikit keringat kita dapat, tapi tetap menyehatkan karena berjalan kaki tidak pernah rugi. Apalagi yang jalan bareng pasangan, Cieh… what a romance!

Pedi-Mani. Terakhir, khusus buat cewek-cewek nih yang main ke pantai. Daripada cuma bengong aja, boleh kok mencoba pedi-mani di pantai. Hah? Emang ada gitu? Kan mahal… Hey, jangan salah ladies. Ibu-ibu penjaja gelang atau kalung manik-manik juga menyediakan jasa pedi-mani dan nail polishing. Sekali lagi, asal pintar tawar-tawaran, kuku-kuku kalian pun bisa menjadi lebih cantik. Sambil kuku dihias, kalian masih bisa kok menikmati sunset.

Jadi, masih cuma mau bengong pas di pantai?

Bapakku dan Psikologi Terbaliknya

Bapakku bukan seorang ayah yang terbaik di dunia, aku tahu. Tapi, dia adalah yang terbaik yang aku miliki. Bukan aku jumawa mengatakan itu, aku mengatakannya karena cara unik Bapak mendidik aku dan kakak-kakakku zaman kecil.

Yang paling aku ingat adalah Bapak sering menggunakan psikologi terbalik jika mendapati anaknya berbuat suatu yang salah di matanya. Seperti contoh, ketika aku, kakakku, dan sepupuku memanjat tembok atau pohon. Orang tua sepupuku atau mungkin orang tua anak-anak lain akan berseru “Hei, turun. Jangan naik. Turun, nanti jatuh.” Maka, anak-anak kecil tidak menghiraukan dan tetap nangkring di atas, menunggu orang tua mereka mendekati pohon mengacung-acungkan sapu lidi penuh ancaman. Barulah anak-anak itu bergegas turun, atau malah tetap bertengger di atas karena kalau turun, maka sapu akan mendapatkan paha atau bokong mereka.

Tidak dengan Bapakku. Dia tidak akan berteriak atau mengacungkan sapu lidi. Dia cukup berkata santai, “Ayo, terusin. Naik aja. Sampai mana sih kamu bisa naik? Terus, terus.” Maka, aku dan kakak-kakakku secara otomatis akan melorot turun dari pohon atau tembok yang sedang kami panjat. Entah mengapa, kata-kata Bapak yang mendukung kami untuk terus memanjat membuat kami kikuk dan takut.

Pernah juga aku ketahuan main judi oleh Bapak. Judi mongmongan atau judi tebak gambar yang diadakan di depan balai dusun. Aku asyik sekali bermain dengan harapan akan menang banyak. Aku sampai tidak mengetahui jika Bapak telah berdiri di sampingku, kedua tangannya terkunci di belakang punggungnya. Tatapannya santai dan dia bilang, “Udah menang berapa? Kalau menang banyak, besok berarti punya uang jajan ya? Terus aja pasangin, itu tikusnya tembus ke ular, siapa tahu keluar. Banyak uang deh.” Aku gemetar dan langsung lari ke rumah, tidak mau main mongmongan lagi.

Ada beberapa hal yang bisa kuambil dari psikologi terbalik yang diterapkan Bapak. Pertama, bahwa membuat anak paham tidak selalu dengan teriakan dan ancaman. Kedua, anak akan mengerti sendiri hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Ketiga, memberitahu anak bahwa hal ini atau itu tidak boleh dilakukan dengan langsung mengatakan “tidak”, sebenarnya mengebiri kemampuan anak untuk berpikir. Anak hanya akan mengetahui bahwa hal itu dilarang karena orangtuanya tidak menginginkannya melakukan hal itu, tanpa mengetahui alasan lainnya. Seperti saat Bapak lebih memilih untuk mengatakan “Terus naik”, aku pun berpikir bahwa tidak mungkin terus naik karena cabang pohon makin ke atas makin mengecil dan jadi ranting, bahwa ini adalah cabang paling kokoh yang bisa kupijak, bahwa jika kulanjutkan, aku akan jatuh dan luka. Aku tidak akan percaya dan tidak akan turun jika Bapak mengatakan sebaliknya, karena aku merasa aman di atas sana dan tidak mungkin terjatuh. Bapak mengatakan “Kalau menang, besok punya uang jajan”, dan itu membuatku berpikir bagaimana jika aku kalah, artinya besok aku tidak punya uang jajan. Maka, aku berhenti. Keempat, dengan psikologi terbalik ini, Bapak mengajarkan bahwa semua hal boleh dilakukan asal memikirkan akibatnya dan bertanggung jawab.

Jika terkenang masa-masa itu, aku hanya tersenyum dan berterima kasih di dalam hati pada Bapak yang telah mengajariku banyak hal.




*Catatan seusai menelepon Bapak