Thursday, September 18, 2014

Bebait Rindu

Mungkinkah air mengalir tanpa arus?
Aku bertanya pada malam yang muli layu
Membisu

Mampukah terang ada tanpa cahaya?
Aku bertanya pada tanah yang mengering
Bergeming

Maukah angin bertiup tanpa adanya udara?
Aku bertanya pada waktu yang merayap
Senyap

Lalu bisakah cinta hadir tanpa kau?
Aku bertanya pada pantul wajah indahmu
Lengan-lengan kokohmu merangkulku hangat


Singaraja, 14 Agustus 2014

~catatan tengah malam sambil menyusui Cass~

Wednesday, September 17, 2014

Perjumpaan Nyata: Menjadi Seorang Ibu

Untuk: Cass

Di tulisan-tulisan sebelumnya sering aku nyatakan bahwa aku tidak sabar untuk berjumpa denganmu secara nyata. Lalu, saat itu pun tiba.

29 Juli 2014, aku mulai merasakanmu menggeliat, membuatku mulas. Sejak pagi hingga aku sudah tidak kuat lagi menahannya jam 5 sore. Aku pun pergi ke klinik dan para bidan di sana memintaku untuk langsung rawat inap karena sudah bukaan 3. Rasa mulas oleh geliatmu makin menjadi. Detak jantungmu pun terus menggebu seakan sudah bosan dan tak sabar untuk menyapaku. Malam tiba, semakin larut, semakin kuat doronganmu untuk mendobrak segala halangan.

30 Juli 2014, aku sudah tidak tahan. Kekuatanku telah sirna. Rasa putus asa mulai merayapi. Ingin rasanya aku berteriak jika itu bisa menghilangkan rasa sakit yang menyiksaku. Namun, aku tahu berteriak atau menangis tidak akan mengurangi sedikitpun kesakitan itu. Seumur hidupku itu adalah siksa raga dan batin terhebat yang pernah kualami. Aku hanya bisa meringis. Aku bersikeras, memantapkan diri untuk bisa membawamu ke dunia melalui persalinan normal. Hingga tepat jam 12 siang, kau keluar dari rahimku. Persalinan normal. Kau seorang bayi cantik dengan berat 3500 gram dan panjang 50 cm. Kau, Malaikatku. Tangisan pertamamu adalah tangisan paling merdu yang pernah aku dengar. Ada kelegaan yang luar biasa di hatiku. Kita bertemu. Kita berjumpa. Akhirnya. Selanjutnya aku hanya merasa lelah.

Kebahagiaan yang meliputi hati orang-orang sekitar nyaris saja kandas. Kematian, yang diceritakan orang-orang senantiasa mengintai persalinan, nyaris saja mampu merenggutku. Delapan jam seusai perjumpaan nyata kita, badanku kejang. Dingin luar biasa kurasakan di tubuh. Dingin yang sempurna. Dingin tanpa cela. Nafasku tercekat dan tersendat. Entah berapa lama aku menggigil. Di pikiranku saat itu adalah rasa rindu untuk memelukmu. Hanya ada kamu di awang-awangku. Segala upaya dan doa dilakukan oleh orang-orang di sekitarku untuk menyelamatkan nyawaku. Sungguh sebuah berkat bahwa aku masih hidup. Saat aku menuliskan bagian ini pun, hatiku bergidik. Ngeri.

Ya, kematian urung menjemputku. Sejak hari itu kita terus bersama. Aku melihat dan memperhatikan perkembanganmu. Menangis ketika kamu sakit. Bahagia ketika melihat senyummu. Aku memberikan yang terbaik untukmu semampuku. Semua aku lakukan demi dan untukmu. Kau perlu tahu itu.

Kini, semua dalam diriku secara fisik dan psikis telah berubah. Semua tidak akan kembali sama semenjak kehadiranmu. Itulah pengorbananku demi mendapatkan dirimu, Permataku.

Aku seorang Ibu.

Pregnancy
Cass and Ibu


I-want-to-poo-poo face

Cass and Bapak

Castiell Maharani

~catatan 49 hari Castiell dengan perasaan penuh haru dan rindu~