Malaikat yang kita ketahui baik melalui buku cerita atau film-film selalu bersayap. Bersinar dan cemerlang. Mereka adalah penghuni surga. Namun, percayakah kalian bahwa setiap hari ada malaikat-malaikat di sekitar kita? Malaikat yang tidak bersayap. Malaikat yang adalah manusia. Manusia yang berbuat kebaikan pada orang lain.
Seperti kemarin, 15 Maret 2016. Saya dijemput dari kantor oleh suami saya tepat jam 7 malam. Kami mengendarai motor Vario keluaran lama menuju ke kos yang berjarak 15 menit dari kantor saya. Sekitar 200 meter setelahnya, motor suami saya mati.
"Habis bensin." kata suami saya sambil mengarahkan motor ke pinggir. Sontak aku melambaikan tangan kiri memberi tanda bahwa kendaraan kami hendak minggir mendadak.
"Memangnya tadi pagi kamu ga isi bensin?" saya bertanya agak kesal.
"Aku kira cukup." jawab suami saya. Saya dan dia turun dari motor. Dia menuntun motor mencari pom bensin yang jaraknya masih cukup jauh. Saya berjalan terseok dengan high heels di atas trotoar yang compang-camping. "Kota ini, negara ini sungguh tidak ramah pada pejalan kaki!" gerutu saya dalam hati, berhati-hati menginjakkan kaki di atas trotoar yang tidak rata dan berlubang di sana-sini akibat paving block-nya terlepas.
Suami saya sudah jauh di depan meninggalkan saya yang masih terus berusaha mengejar dengan high heels di atas trotoar rusak. Sungguh kombinasi yang tidak bagus dan tidak nyaman. Saya menyerah akhirnya. Ngos-ngosan, saya mengirim Blackberry Messenger dari smartphone kepada suami saya. Isinya: "Nanti jemput balik ya. Ga kuat jalan pake sepatu tinggi." Saya menunggu di dekat dagang lalapan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, suami saya muncul. Saya melirik ke jarum tangki bensin dan jarumnya menunjuk tanda merah terbawah. Saya sudah hampir menyemprot suami saya karena tidak juga mengisi bensin dengan tangki penuh ketika suami saya berkata, "Di isi bensin segelas kecil sama pak polisi."
"Pak polisi? Kok?" tanya saya heran dalam ketidakmengertian.
"Iya, pak polisi di depan sana. Dia lihat aku dorong motor terus ditanya kenapa. Aku jawab habis bensin. Lalu pak polisinya ambil bensin dari motornya segelas kecil dan dimasukin ke tangkiku. Cukup buat ke pom bensin depan, katanya."
"Sudah bilang terima kasih? Bapak siapa namanya?" tanyaku terharu.
"Sudah, tapi aku lupa tanya nama. Di seragamnya sih Pak Made."
Begitulah. Di tengah puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang di sekeliling kita, pasti salah satu atau dua, atau tiga, bahkan semuanya adalah orang baik. Pasti selalu ada malaikat-malaikat tak bersayap di sekitar kita, yang dengan lapang dada dan tulus ikhlas menolong. Di antara riuhnya sorotan kepada tindak perilaku polisi-polisi kita, pasti ada banyak yang seperti Pak Made, yang rela menolong tanpa pamrih.
Dan saya ingin menjadi salah satu dari malaikat-malaikat tak bersayap itu. Menjadi berkat untuk orang lain.
Seperti kemarin, 15 Maret 2016. Saya dijemput dari kantor oleh suami saya tepat jam 7 malam. Kami mengendarai motor Vario keluaran lama menuju ke kos yang berjarak 15 menit dari kantor saya. Sekitar 200 meter setelahnya, motor suami saya mati.
"Habis bensin." kata suami saya sambil mengarahkan motor ke pinggir. Sontak aku melambaikan tangan kiri memberi tanda bahwa kendaraan kami hendak minggir mendadak.
"Memangnya tadi pagi kamu ga isi bensin?" saya bertanya agak kesal.
"Aku kira cukup." jawab suami saya. Saya dan dia turun dari motor. Dia menuntun motor mencari pom bensin yang jaraknya masih cukup jauh. Saya berjalan terseok dengan high heels di atas trotoar yang compang-camping. "Kota ini, negara ini sungguh tidak ramah pada pejalan kaki!" gerutu saya dalam hati, berhati-hati menginjakkan kaki di atas trotoar yang tidak rata dan berlubang di sana-sini akibat paving block-nya terlepas.
Suami saya sudah jauh di depan meninggalkan saya yang masih terus berusaha mengejar dengan high heels di atas trotoar rusak. Sungguh kombinasi yang tidak bagus dan tidak nyaman. Saya menyerah akhirnya. Ngos-ngosan, saya mengirim Blackberry Messenger dari smartphone kepada suami saya. Isinya: "Nanti jemput balik ya. Ga kuat jalan pake sepatu tinggi." Saya menunggu di dekat dagang lalapan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, suami saya muncul. Saya melirik ke jarum tangki bensin dan jarumnya menunjuk tanda merah terbawah. Saya sudah hampir menyemprot suami saya karena tidak juga mengisi bensin dengan tangki penuh ketika suami saya berkata, "Di isi bensin segelas kecil sama pak polisi."
"Pak polisi? Kok?" tanya saya heran dalam ketidakmengertian.
"Iya, pak polisi di depan sana. Dia lihat aku dorong motor terus ditanya kenapa. Aku jawab habis bensin. Lalu pak polisinya ambil bensin dari motornya segelas kecil dan dimasukin ke tangkiku. Cukup buat ke pom bensin depan, katanya."
"Sudah bilang terima kasih? Bapak siapa namanya?" tanyaku terharu.
"Sudah, tapi aku lupa tanya nama. Di seragamnya sih Pak Made."
Begitulah. Di tengah puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang di sekeliling kita, pasti salah satu atau dua, atau tiga, bahkan semuanya adalah orang baik. Pasti selalu ada malaikat-malaikat tak bersayap di sekitar kita, yang dengan lapang dada dan tulus ikhlas menolong. Di antara riuhnya sorotan kepada tindak perilaku polisi-polisi kita, pasti ada banyak yang seperti Pak Made, yang rela menolong tanpa pamrih.
Dan saya ingin menjadi salah satu dari malaikat-malaikat tak bersayap itu. Menjadi berkat untuk orang lain.