Teruntuk Oneng-ku dan Ice Sahabatku tiada duanya
Tengah malam ditelepon seorang sahabat untuk membantu menata
kembali perasaan yang porak poranda. Alhasil, ajang curhat itu menjadi ajang
tertawa. Berandai-andai dengan aku menjadi obyek dari pengandaian sinting
sahabatku itu.
Bagaimana jika aku yang sekarang ini berpenampilan layaknya
seorang hijaber. Berpenampilan menjadi sesosok wanita muslimah yang soleha, tak
alpa mengaji. Mengenakan hijab serta pakaian serba tertutup. Wanita muslimah
yang senantiasa mengucap salam dan menjawab salam dengan lembut, yang
senantiasa bersyukur dengan menyebut Asmaul Husna, yang tak pernah absen puasa
Senin-Kamis dan melaksanakan sholat lima waktu dengan tertib. Wanita muslimah
yang percaya muhrim/bukan muhrim atau poligami sebagai Sunah Nabi. Wanita
muslimah yang memiliki tutur kata halus bak sutra dan terpancar iman serta
taubat di wajahnya.
Ngakak. Itulah reaksi kami ketika menyusun andai-andai yang
semakin lama semakin tak masuk akal. Bisa kalian bayangkan: aku yang selalu
belingsatan ketika mendengar musik, bergelinjang-gelinjang layaknya cacing
kepanasan begitu mendengar alunan nada, andai aku bisa koprol mungkin aku akan
jungkir balik bersalto-salto. Aku yang gemar tampil mengenakan dress cantik
yang sebagian besar mempertontonkan sebagian kulitku yang berwarna tan, menggilai
pemakaian lace/brokat (looks amazingly sexy on my tan skin), celana super
pendek (pamer tan skin), baju tanpa lengan (pamer tan skin lagi), bahkan bikini
(demi tan yang awet). Aku dengan mulut tak berfilter, sering mengatakan “Aku
mau eek” kepada setiap orang yang kutemui saat aku mau eek, sering mengatakan
“Duh BH-ku melorot” di depan kerumunan dan tak acuh menaik-naikkan BH ke posisi
seharusnya, sering juga aku mengatakan “Tunggu sebentar. Mau lepas lensa dan
BH” kepada setiap teman tak peduli jenis kelaminnya, bahkan tak jarang demi
memasarkan BH yang kupakai aku merelakan dadaku diremas teman-teman (wanita)
sekantor atau membuka kancing seragam kerja dan memperlihatkan kepada mereka
betapa sempurna BH itu membentuk payudaraku. Tak jarang banyak kawan-kawan
lelakiku menjadikan aku sebagai partner candaan mesum mereka seperti “Mangkal
di mana lo ntar malem? Masih di terminal? Inget setoran! Cari yang Oom-Oom” Belum
lagi jika kalian membuatku tertawa. Aku tanpa ragu dan tanpa rasa malu akan
terbahak-bahak sekeras-kerasnya sampai nafas tercekit-cekit. Ditambah
keahlianku merayu lelaki, bukan dengan maksud mengambil perhatian mereka,
melainkan hanya untuk lelucon agar lebih dekat. Tanya saja jika tak percaya, di
kantor aku memanggil “cinta” atau “sayang” kepada lelaki-lelaki yang sudah
kukenal karakternya tidak akan mengambil hati jika kupanggil begitu, ada juga
yang jauh lebih tua kupanggil “Bro” atau “Ente” dan sapaan-sapaan khas
Singaraja. Terdengar kurang ajar, tapi memang mulutku begitu dan aku senang
ketika mereka juga berhasil menyamai aku dengan memanggilku menggunakan
panggilan yang sama. Sudah terbayang aku yang begitu “parah” tiba-tiba menjadi
alim luar biasa? Ngakak!
Bukan tak pernah aku memakai jilbab. Seorang sahabat lainnya
berhasil membuatku penasaran akan rasanya memakai jilbab. Rasanya… Totally
Amazing! Aku seperti memasuki dunia lain yang sama sekali asing. Menyenangkan,
membuatku bisa behave selama setengah hari—yang sungguh membuatku tidak nyaman.
Mendadak aku menjadi pendiam dan tidak serampangan. Mungkin bagus, tapi itu
bukan aku. Jadi, terima kasih sahabatku yang tiada duanya itu! Lain kali akan
kupecahkan rekor memakai jilbab terlama sepanjang sejarah hidupku!
Malam melarut. Kami mengantuk. Di sisa-sisa tawa kegelian,
kami mengucap selamat malam. Ingin kuakhiri dengan “Assalamualaikum Ukhti”,
tapi aku yakin sahabatku itu akan terkencing-kencing dalam tidurnya.
Denpasar, 29 Oktober 2012
06.20 PM
beautiful honey
ReplyDeleteThank you, honey. xx
Delete