Friday, November 16, 2012

Telepon Selular



Memandangi telepon selular buluk berwarna hitam itu selalu membuatku penuh harap. Semakin hari harapan itu semakin membubung tinggi, terpapar sinar matahari lalu berfotosintetis dan bertumbuh kembang tanpa henti.

Menyentuh telepon selular buluk berwarna hitam itu selalu membuatku tergoda. Godaan yang mengajak seluruh simpul sarafku untuk menegang dan mengendur. Malu-malu kucing berkata iya lalu menggeleng tegas bilang tidak.

Melihat telepon selular buluk berwarna hitam itu selalu membuatku meringis sakit. Semakin sakit, aku semakin ingin dia bergetar, memberikan satu sinyal ada kehidupan di dalamnya. Namun, dalam diamnya justru dia berbicara bahwa tak ada dunia lain di sana.

Terkadang khayalku terlalu muluk: Suatu hari secara tiba-tiba telepon selular buluk berwarna hitam itu akan berbunyi “Pop” dan kulihat kau sudah di sana. Keluar dari dunia bar hitam bernama telepon selular. Tanpa pakaian serba putih, tanpa kuda, tanpa pedang, tanpa sayap. Kau bukan malaikat, namun wajahmu bercahaya. Aku akan silau oleh kerupawanan senyummu. Aku akan menghampirimu dan mereguk semua indahmu.

Tak kuperlukan lagi telepon selular buluk berwarna hitam itu. Tak usah lagi kupandangi berhari-hari. Sakit akan lari lintang pukang. Sarafku tidak akan lagi tarik ulur. Harapanku akan terus menjulang tinggi bahkan dia kini akan jadi makhluk hibrida yang bersayap, berakar, astral dan extra terestial.

Telepon selular buluk berwarna hitam itu masih teronggok di genggamanku. Hitam dan buluk hampir buduk. Tidak ada magis yang terjadi.

No comments:

Post a Comment